Sejak kecil Swie King sudah bermain bulu tangkis atas dorongan orangtuanya di Kudus, kota kelahirannya. Kepiawaiannya bermain bulutangkis makin terasah ketika ia masuk ke dalam klub PB Djarum yang telah banyak melahirkan para pemain nasional.
Dalam catatan Pusat Data Tokoh Indonesia, Liem Swie King meraih berbagai prestasi selama 15 tahun berkiprah di bulutangkis. Pertama kali, Swie King meraih Juara I Yunior se-Jawa Tengah (1972). Pada usia 17 tahun (1973), ia menjuarai (II) Pekan Olahraga Nasional. Setelah itu, Liem Swie King direkrut masuk pelatnas yang bermarkas di Hall C Senayan. Ia pun meraih Juara Kejurnas 1974 dan 1975.
Kemudian berkiprah di kejuaraan internasional, meraih Juara II All England (1976 & 1977). Kemudian tiga kali menjadi juara All England (1978, 1979, 1981), kejuaraan paling bergengsi kala itu. Selain itu, puluhan medali grand prix lainya, medali emas Asian Games di Bangkok 1978, dan tiga medali emas Piala Thomas (1976, 1979, 1984) dari enam kali membela tim Piala Thomas. Ketika menantang Sang Legendaris Rudy Hartono di final All England tahun 1976, usianya masih 20 tahun. Setelah itu, Liem Swie King menjadi penerus kejayaan Rudy.
Demi Masa Depan
Demi menjamin masa depan, ia pun mengundurkan diri sebagai pemain nasional bulutangkis tahun 1988. Kendati ia tidak langsung bisa menemukan kegiatan usaha untuk mencapai cita-citanya. Setahun setelah berhenti itu, King nyaris dapat dikatakan menganggur. Sebab keahlian dan pengetahuan yang dia miliki hanyalah olahraga bulu tangkis.
Kemudian ia mulai ikut mengelola sebuah hotel di Jalan Melawai Jakarta Selatan milik mertuanya. Setelah itu, ia melebarkan sayap dengan membuka usaha griya pijat kesehatan. Kini usahanya telah mempekerjakan lebih dari 400 karyawan. Berkantornya di Kompleks Perkantoran Grand Wijaya Centre Jakarta Selatan.
Bagaimana King bisa tertarik pada bisnis perhotelan dan pijat kesehatan? Rupanya sebagai pemain bulu tangkis yang sering menginap di hotel berbintang, King tertarik dengan keindahan penataan hotel dan keramahan para pekerjanya. Begitu pula soal griya pijat. Saat menjadi atlet, King selalu membutuhkan terapi pijat setelah lelah berlatih dan bertanding. Kala itu, ia kerap mengunjungi griya pijat kesehatan di kawasan Mayestik Jakarta Selatan yang penataan ruangannya begitu bagus.
Ia pun berpikir bahwa usaha pijat kesehatan (spa) ini sangat prospektif. Kalangan eksekutif dan pengusaha Jakarta yang gila kerja butuh kesegaran fisik dan relaksasi. Maka dia membuka usaha griya pijat kesehatan Sari Mustika. Kini, dia telah membukanya di tiga lokasi, Grand Wijaya Centre, Jalan Fatmawati Jakarta Selatan, dan Kelapa Gading Jakarta Utara dengan total karyawan sekitar 200 orang. Dalam mengelola usahanya, ia pun tidak sungkan-sungkan menyambut sendiri tamu hotel atau griya pijatnya.
Hasilnya, selain usahawan dan eksekutif lokal, serta keluarga-keluarga menengah atas Jakarta, banyak ekspatriat menjadi pelanggan griyanya. Ia pun merasa bahagia karena bisa membuktikan griya pijat tidak selalu berkonotasi jelek seperti yang dibayangkan kebanyakan orang.
Menurut informasi dari kerabat dekatnya, Liem Swie King sebenarnya dari marga Oei bukan marga Liem. Pergantian marga seperti ini pada masa dahulu zaman Hindia Belanda biasa terjadi, pada masa itu seorang anak dibawah usia ketika memasuki wilayah Hindia Belanda (Indonesia sekarang) harus ada orang tua yg menyertainya, bila anak itu tidak beserta orang tua aslinya, maka oleh orang tuanya akan dititipkan kepada "orang tua" yg lain, "orang tua" ini bisa saja bermarga sama atau lain dari aslinya.
Pebulutangkis yang pernah terjun ke dunia film sebagai bintang film Sakura dalam Pelukan, ini kini hidup bahagia bersama isteri dan tiga orang anaknya Alexander King, Stevani King dan Michele King. Ternyata, anak-anaknya tidak tahu bahwa King seorang pahlawan bulutangkis Indonesia.
Belakangan, Nia Zulkarnaen dan Ari Sihasale, pemilik rumah produksi Alenia, mernjadikan kehebatan Liem Swie King dalam dunia bulutangkis Indonesia sebagai inspirasi untuk membuat film tentang bulutangkis. Film itu memang bukan bercerita tentang kisah kehidupan King. Akan tetapi, dalam film itu, King menjadi inspirasi bagi seorang ayah yang kagum pada King, lalu memotivasi putranya untuk bisa menjadi juara seperti King.
Sumber : tokohindonesia.com